Burung Nasar dan Pemerintah Kenya

662x

Jika anda berfikir hukum tumpul ke atas dan tajam kebawah hanya di Indonesia, anda salah. Buka mata buka telingga, kita akan menyusuri dataran Afrika dan kita akan berkenalan dengan Kenya. Negara yang seharusnya menjadi negara makmur namun hanya menjadi sebuah ‘tambang kekayaan’ bagi para pemerintah korup yang tidak mempunyai hati nurani dan rasa belas kasihan.

Dimana penghasilan dibawah 1 Dollar US dan itu semua diakibatkan oleh Korupsi sebesar 1 Milliar Dollar mulai dari tahun 2002-2005.

Tidak hanya keuangan Kenya yang digerogoti, akibat persaingan politik pada Pilpres 2007, Kenya harus mengalami peristiwa yang tidak mengenakan  di bulan desember 2008 karena pemilu ulang Presiden Kibaki yang menyebabkan kerusuhan dan mengakibatkan 1.100 orang terbunuh  dan 600.000 orang terpaksa pindah.

Boniface Mwangi, Jurnalis Foto berumur 29 tahun. Berorganisasi dengan Picha Mtaani, dan semua itu didasarkan keinginan untuk untuk Revolusi yang lebih baik untuk Kenya. Mungkin Boniface ialah penganut bahwa ‘Aksi berbicara lebih banyak daripada Kata Kata’.

“We Complain about Corruption, Impunity, Land-Grabbing, but me do nothing about it” kata Boniface.

Korupsi ialah masalah yang merasuki Kenya, maka gerakan pertama yang dilakukan Boniface dan Team ialah melakukan aksi Mural atau secara terkenal kita tau dengan nama Karya Grafitti. Semenjak Illegal-nya tindak demo di Kenya, Boniface dan Team akan melakukan karya Graffiti pertama untuk menyentil para pemerintah.

Aksi dimulai pukul 10.00 di Tembok yang terletak di kota Nairobi. Tembok disana ialah sakii bisu peristiwa dimana para aktivis Kenya melakukan gerakan unik lewat Graffiti yang sangat mengesankan. Burung Nasar digambarkan sebagai kepala pemerintah yang buruk dan membuat kerusakan di negara Kenya dengan perilaku buruknya yang seperti pemakan bangkai.

“Kita melakukan ini dan menjadikan gambar sebagai senjata untuk berbicara kepada Negara dan rakyatnya untuk memperlihatkan kebenaran dan apa yang sebenarnya sedang terjadi’ jelas Bankslave, salah satu Grafitti Artist.

Jam 7 Pagi di waktu setempat banyak orang sudah memulai aktifitas hari itu. Dinding Kota menjadi sasaran utama para pengguna handphone berkamera dan banyak reaksi yang terjadi saat rakyat kenya meihat gambar itu. Reaksi Kaget, Kagum, Sedih, Opurtunis bercamour jadi satu saat mereka melihat dinding itu.

“Ini dilakukan seseorang yang ingin memulai perpecahan di Kenya” kata salah satu warga yang melihat.

“Orang ini berbicara kebenaran, sebuah kebenaran yang polos dan jujur” sambut salah satu warga Kenya.

Seminggu setelah karya mural mereka masuk ke liputan televisi, kepolisian Kenya meminta pertanggung jawaban mereka. Disaat yang sama Boniface mendapat tawaran dalah salah satu kandidat pemilu yang katanya suka dengan karya mereka dan ingin menjadikan karya mural itu sebagai alat kampanye dan diiming imingi uang untuk anak anak dan harta, namun Boniface menolak dan harus di tahan di kantor polisi, meski akhirnya Boniface dilepaskan tanpa dikenai denda sama sekali, karena memang Boniface bukanlah yang menggambar karya Mural itu.

Setelah penentangan karya Mural untuk menjadi alat revolusi, Boniface dan rekannya Elijah Kanyi yang sesama mantan Fotografer melakukan pameran di berupa Photography Exhibition di beberapa kota dan menampilkan foto foto saat terjadi perpecahan pada Pemilu 2007 dan tindak kekerasan di 2008. Banyak sekali respon disana, ada tangisan, kesedihan, emosi, kagum dan amarah yang tak tertahan.

“Para Politisi sedang mengadakan jamuan teh, dimana kita semua saling membunuh satu dengan yang lainnya” kata salah satu warga Kenya yang datang ke eksebisi foto itu.

Tidak hanya usaha untuk Pameran Foto, Boniface dan tim Mural-nya juga melakukan tindakan terakhir yaitu Melakukan Graffiti kembali namun sayang, apa yang mereka lakukan selalu di tutup pemerintah dengan cepat. Sehingga info untuk para rakyat tersendat.

Naivasha Town, 85km dari Nairobi. Disana diadakan eksebisi foto foto Boniface, namun sayang saat sedang berjalannya eksbisi itu mereka di tentang oleh orang yang mengatas namakan pemerinta yang berkata bawah gambar gambar yang dipamerkan sangat sensitif dan mempertanyakan izin untuk melakukan pameran. Mereka memberikan pilihan antara mereka membubarkan pameran atau akan dibubarkan secara paksa, dan Boniface memilih membubarkan sendiri. Lagi lagi apa yang dilakukan Boniface selalu ditekan pemerintah.

Boniface dan Team sudah menyiapkan rencana terbesar mereka ialah demo dengan 49 peti kematian yang mengambarkan setiap tahun kejadian yang telah terjadi yang dilakukan para politisi semenjak kemerdekaan Kenya. Skenario terburuk ialah ditangkap namun Boniface berfikir skenario terbaiknya aialh meletakan peti itu ke gedung parlemen. Namun Boniface ingin menyampaikan bahwa ini adalah tindakan yang positif dan untuk kesejaterahaan rakyat serta sebuah perubahan nyata bukan tindakan kekerasan.

“Selamat tinggal Burung Nasar ! Setan akan mengasuhmu !”. Sebuah anthem ekspresi kebencian para aktifis terhadap pemerintah

Karena emosi rakyat yang membara terhadap pemerintah, gerakan yang damai hampir menjadi gerakan kekerasan, namun Boniface berhasil mengamankan dengan menjelaskan bahwa kedatangan mereka bukan untuk sebuah kekerasan melainkan untuk tujuan perdamaian dan kesejaterahaan rakyat. Mereka mensejajarkan peti di depan gedung parlemen, dan 15 menit kemudia kepolisian mengangkut bersih benda mati saksi perjuangan kebebasan rakyat Kenya.

“Kita tidak boleh kehilangan harapan, karena perubahan tidak terjadi dalam semalam. Mungkin apa yang saya lakukan sekarang akan diselesaikan oleh anak anak saya, dan doa saya ialah semuanya akan terjadi secepatnya bukan selambatnya” tutup Boniface.

 

 

Joshua Gunadhi 2013.