Budaya ‘latah’ Fans Layar Kaca EPL

Almost a decade gue kaga posting tulisan, bukan basket, sekedar opini tambahan buat kamu soal pengemar sepakbola inggris. mereka boleh Militan ? Kita ? jilat ketek anda dulu.

BSIvJD0CYAANVL7

spend some ******* money”,  “you don’t know what you’re doing.”

– Fans anger

Man City fans chant to Cardiff fans: “Where were you when you were blue?”

Cardiff fans: “Where were you when you were shit?”

Aston Villa fans chants to Arsenal Fans: “We dont care about Arsenal, they dont care about me, all i care about is AVFC” and its goes on and on and on.

Distance between London, England, United Kingdom and Jakarta, Indonesia 7278 miles (11713 km) (6325 nautical miles)

Kira kira segitulah jarak Inggris ke Jakarta / Indonesia. Dimana sepakbola menjadi motor utama saat weekend. Masih di hina dengan perkataan ‘Malam Minggu dirumah ?’, anda orang Indonesia jangan bilang ‘ada EPL kok’ itu tidak menyelesaikan masalah, kita JAUH dari Inggris, jadi jangan meng-inggris kan keadaan kita dengan disana. Disana Sepakbola adalah hiburan utama bukan sinetron atau mall. Tanyakan kepada subway di London saat EPL bergulir 17 agustus lalu. Apa yang terjadi ? Chants everywhere, goosebumps dan excitement.

Bring your girl, your mom your dad into football games !

Saya bukan JongosBola karena jujur saya tidak mau memberi pendapat sotoy soal sepakbola apalagi soal atmosfir sepakbola di inggis karena saya membaca buku, nonton video youtube atau saya menyimpulkan lewat film Green Street Hooligans. Saya tidak mau menggunakan kata ‘glory hunter’ karena memang sampai fans Wigan, Fulham atau Middlesbrough-pun masih bisa disebut glory hunter dengan perspektif berbeda di setiap sudut pandangnya, jujur soal atmosfir jangan membahas didepan muka saya karena saya merasakan apa yang disebut atmosfir opening di liga terbesar di dunia. Jika tidak ada glory hunter maha tidak mungkin 70rb kursi di Old Trafford atau bahkan 25rb kursi di Craven Cottage akan penuh jika ada match.

Subway, Bar menjadi saksi bisu para penggila sepakbola, bukan saksi bahkan Bar menjadi aktor utama para Hooligans menghabiskan waktu weekend. 1 gelas 2 gelas 3 gelas 4 gelas berapapun mereka tegang disana sambil berterika memaki dan berteriak histeris jika gol. Sekelemparan batu dr Holloway Road saya merasakan kalau Bir menjadi Kacang Kulit-nya Inggris jika di samakan dengan tradisi nonton bola di Indonesia. Di sini Nobar makan kacang, bukan Minum Bir. Mix Max saja anda Mabuk gimana Calsberg.

Atmosfir ? saya pernah membaca sebuah tweet dr akun twitter yang ngakunya total banget soal bola, dan saya mau memberi kritikan kalau, kata siapa ‘fans di stadion terus chanting dr awal sampai habis’ ? kata atmosfir anda di GBK ? jika iya maka yah banyak belajar deh. Fans West Ham ? Swansea ? WBA ? Chelsea ? Arsenal ? saya berani bertaruh anda tidak akan mampu 90 menit chant di lapangan, yang anda dengar di layar kaca adalah omelan dan umpatan setiap pemain melakukan kesalahan dan cheers setiap tim berhasil membangun attack yang sedap dipadang. Thats not chants itu Cuma gemuruh lapangan,min. Chants 90 menit ? Fans club sepertinya butuh Alkitab Chants. Dan soal membawa botol minum ke lapangan ? DI SANA KITA BEBAS MEMBAWA APAPUN. Saya membewa botol minum, sekantong burger dan cola seperti piknik, namun waktu saya emosi toh itu tidak melayang kepangan hal tersebut juga dialami 70rb penonton lainnya. Cuma disini kita norak.

Fans Militan ? ah usaha apa yang anda lakukan untuk tim tercinta memang kl anda bukan seasonal ticket holder.

Jujur, Cuma Fans indonesia yang bisa membuat chants baru yang pemain liga inggris tidak pernah dengar.

Disana suasananya sangat mencekam saat opening EPL, semua subway disiapkan, jalur khusus untuk match day dan jam subway ditambah saat bubaran match. Chanting dimulai saat anda masuk ke subway dan menuju stadion tujuan. Tidak ada namanya takut kepada lawan jika berpakanain bersebrangan. Serasa kota sangat siap menyambut EPL tapi mungkin London belum siap melihat kejutan awal minggu EPL. Karena setelah pertandingan selesai Bar siap menjadi penampung aspirasi para penggila bola untuk mengeluarkan uneg uneg dan ekspresi kebahagiann saja. 2 gelas untuk di kalah, dan minum sampai teler untuk yang menang. Cheers, Mate !

Kita masih terlalu ‘latah’ dengan budaya disana. Toh ingat jika anda belum mengeluarkan Poundsterling untuk menonton maka anda masih Fans layar kaca. Layar kaca yah sudah sampai layar kaca, tapi sekarang ada jenis fans layar twitter. Bekoar di twitter tapi fakta 0. Film, buku belum membuat kita mengerti apa arti sepakbola di inggris sampai ada merasakannya. Saya sendiri saat menulis ini masih merasakan sesuatu yang tidak bisa tergambarkan.

Bro ? disini disebut SKSD, tidak ayal anda bisa menerima jotosan mentah saat seenaknya memanggil orang dengan panggilan ‘bro’. Namun, Mate ? whoop kita semua sedarah saat duduk di bangku yang sama. ¼ sisanya adalah lawan adu bacot kita di lapangan atau disubway, namun hasil dilapangan akan membuktikan siapa ‘berkoar’ lebih besar. Mereka bisa memeluk kita, saling peluk tanpa kenal untuk menunjukan antusiasme saat goal tercipta. Disana makian adalah kata kata keren seperti ‘fuck, ‘shit’, ‘cunt’, ‘wanker’. Lalu saya ? Cuma bisa bilang ‘woi bangst lu wasit anjing’. Ngak keren.

Pembelajaran ? sebutan Glory Hunter disematkan pendukung Man Utd ke Man City, dan Birmingham ke Chelsea, padahal aslinya mereka adalah glory hunter sejati dengan mencari kebangaan dengan pemikiran bisa dibilang ‘pendukung hipster’ atau ‘pedukung setia’. Mau tes kesetiaan, datang ke Wales dan coba tanyakan kenapa dukung Cardiff City. Jawabannya ‘itu mengalir di darah’. Tidak ada fans murni sepakbola.

Saya bertemu dengan Fans Arsenal (60thn) dan Aston Villa (80thn) di subway, saya duduk ditengah tengahnya mengenakan jersey Arsenal 2013/2013 Away dgn nama Podolski. Pendukung AVFC berkata ‘Podolski is a great player, its wrong to play Santi instead Lukas’, dan saya membalas dengan senyuman, lalu sang Gooners sebelah saya membalas ‘Benteke is an amazing force, he’s gonna learn much lesson from AVFC’. Thats what we call Victory Through Harmony.

Bukan saatnya kita mencaci satu sama lain dengan menuding gloryhunter, berlagak paling tau soal EPL atau nge-tweet dengan bahasa british seakan kita peduli dengan sepakbola disana, kita peduli apakah mereka peduli ?

Saat saya bertemu dengan Gooners lain di Stadium dan menanyakan dari mana asal saya, saya jawab, dan jawabannya ‘where the hell is that ?’

Merasa menjadi fanbase terbesar ? think about it more then twice 🙂

Its not about a jersey you wear it or team you love, its about the art of football.

Tinggalkan komentar