Para Pencari Internet

Joshua Gunadhi

Penulisan Feature (C1)

11140110222

747340941

Sebuah rumah, tidak besar tidak kecil dihuni oleh beberapa anak muda dan 2 orang pekerja professional. Rumah ini lebih dari tempat hanya untuk tidur malam tetapi menjadi saksi bisu segala bentuk masalah yang mereka hadapi di kamar masing masing. Ada yang bertembok gypsum ada yang bertembok solid. Segala jenis kultur budaya dan bahasa ada dirumah ini, namun satu yang pasti kebutuhan akan Internet menjadi hal paling penting disini, zaman ini.

Hujan besar, Petir membahana tiba tiba pintu bergetar dan suara gubrakkkkk…. suara pintu dibanting. Gemericing kunci berbunyi, langkah besar terdengan kemudian mengetok kamar.

Tok tok tok…..

‘josh,itu kenapa modem ditutupin kain keset?’

‘iyah kan ujan takutnya bocor terus kena ke modemnya, rusak takutnya’

‘oh yaudah’

Pintu kembali dibanting.

Perkenalkan, namanya Jonggi Pratama Panjaitan. Panggilannya Jonggi. Tinggi 170 dengan lebar badan hamper 1 meter mungkin. Beratnya mungkin hampir 150kg. Bagai raksasa di cerita Jack and The Long Beans, namun Jonggi ramah dan suka mengajak temannya makan bersama, suka nebeng saya ke kampus, meski saya selalu mencari alasan untuk menolaknya karena bobotnya yang berat. Dan Jonggi selalu member signal saat internet mati dengan ciri khasnya.

“Aaaaaaaaa internet mati lagi ! Josh, telefon First Media !” teriak Jonggi dari kamar sebelah.

Saya Joshua Gunadhi. Paling muda di tempat ini. Berumur 20 tahun pada Juli 2013. Saya menjadi operator untuk masalah Internet, Wifi dan Kabel Parabola di rumah ini. Saya juga terkadang menjadi penghuni akhir minggu, karena kuliah sabtu menjadi kewajiban saya. Selain itu saya suka sekali melaporkan kepada sang empunya rumah kalau terjadi masalah. Dulu ada juga Joshua lainnya, lebih tepatnya Joshua Dwi dia adalah senior saya dalam hal menjadi operator internet dan parabola di rumah ini. Karena alam memanggil maka kewajibannya jatuh ke tangan saya.

Suara motor terdengar dari luar rumah, pintu kembali dibanting, tapak kaki terdengar keras, lalu suara gemerincing kunci terdengar dan suara pergeseran engsel pintu juga terdengar. Ngeeeekkkk…..gubrak…. disusul dengan dibantingnya pintu.

Tok tok tok tok…

‘nus, besok bayar uang internet yah !’

‘oke’ tutup Stefanus dengan nada datar dan seolah tidak perduli.

Hanya sepatah kata yang diucapkannya kembali.

Perkenalkan, Stefanus Adi, panggilannya Nus. Mahasiswa Semester 4 di STMIK Jibes yang berada di luar Gading Serpong, yang segera akan pindah ke dekat Summarecon Mal Serpong. Anaknya diam, jarang berbicara, dan agak introvert, terkadang malah kurang bergaul dengan teman rumah satu sama lainnya. Makan, makan sendiri. Nonton, nonton sendiri. Pacaran, pacaran sendiri via telefon di belakang rumah.

Setiap hari kita bersama menjadi penghuni sebuah rumah di Gading Serpong. Kebutuhan akan listrik menjadi terutama karena listrik menjadi pusat segala kebutuhan kita. Internet adalah salah satunya. Kebutuhan akan internet menjadi kebutuhan pokok melebihi makanan, karena internet telah merajai segala bentuk barang elektronik. Komputer tidak akan berguna jika tidak ada koneksi internet. Internet sendiri menjadi kebutuhan tidak terbantahkan di era sekarang dimana segala sesuatu menggunakan internet.

Adi Wibowo, seorang professional yang bekerja untuk Sekolah Pahoa. Besar dan lama di Bandung, berasal dari Nusa Tenggara Barat. Jangan biarkan daerah kelahirannya membuat pemikiran anda kalau dia seram atau kekar, anda salah besar. Adi berperawakan sedang, berkulit sawo matang dan sedikit flamboyan dalam perperilaku dan berkata kata. Kebutuhannya jelas ialah tempat perlindungan dari hujan dan dingin, namun saat saya memberi pilihan ke dia antara televise, AC, dan internet, dia menjawab bahwa yang penting ialah internet. Ketika ditanya dia menjawab

‘memang internet udah jadi kebutuhan, Josh. Sulit kalau tidak ada internet. Tidak Cuma cape cari signal untuk modem tapi gadget lainnya sulit berfungsi’.Kata Mas Adi

Kita lihat bukan bagaimana Internet menjadi kebutuhan pokok setiap orang daripada alat pendingin ruangan dan mungkin makan malam. Awalnya, Kak Adi rela untuk keluar rumah malam malam untuk mencari signal di gadgetnya yang memang saat dikamar tidak mendapat kekuatan signal yang cukup kuat untuk melakukan pekerjaannya yang kebetulan membutuhkan internet.

Sebenarnya pada awalnya kebutuhan akan internet tidak begitu menonjol atau begitu penting, namun dengan semakin majunya zaman dan semakin tinggi kebutuhan kita untuk melihat dunia luar, maka internet menjadi pokok kebutuhan kita. Tanyakan kepada 10 anak muda di Jakarta, mereka panik atau tidak saat pulang kerumah mendapat kabar bahwa internet mati. Otomatis mereka panik dan bisa menyuruh orang tua untuk mengurusinya.

Yang membedakan kita para penghuni rumah ini ialah, saat internet mati semua akan mengetuk pintu kamar saya dan menanyakan hal yang sama.

‘Josh, internet kenapa ? kalau mati tolong hubungi First Media yah, Thanks” ditutup dengan senyuman penuh arti dan terkadang raut muka emosi dan kesal karena harus mengerjakan pekerjaan yang menggunakan internet.

‘Josh, makan yuk udah jam setengah 6’ merupakan dialog langka di rumah ini, lebih sering terjadi dialog “Josh, internet nyambung ngak ? kok gue engak yah ? duh, gimana ini”.